2012-09-25

HARAPAN

HARAPAN YANG TAK TERWUJUDKAN...Chapter III... Sementara itu dirumah Sifa para keluarganya sedang sibuk untuk mempersiapkan kebutuhan untuk akad nikah. Sifa sendiri menangis dikamar atas yang akan terjadi nanti, hati kecilnya belum bisa terima dengan semuanya ini. Sebab angan dan citanya telah jauh telah dipersiapkan dengan Karang bukan dengan orang yang akan menikahinya beberapa jam kemudian. Tubuh itu terpental jauh dari motor yang ditungganginya. Entah kenapa mamah dada kiri mendadak sakit dan minta diantarkan kekamar Karang oleh Raihan.

“ Raihan tolong anterin mamah kekamar, ngak tau nie dada kiri mamah sakit banget kayak’ ditusuk-tusuk jarum “

“ iya mah ”

Melihat kecelakaan tersebut para warga yang ada disebrang jalan berhamburan untuk menolong Karang yang terpental. Baju yang telah dipersiapkannya terkoyak hancur, dompetnya dan handphonenya terjatuh entah kemana yang tersisa hanya kotak kecil merah yang ada didalam saku celananya. Para warga langsung membawa Karang kerumah sakit kota dengan mobil angkot yang melintas dijalan itu. Sementara pengendara sepedah motor yang menabrak Karang ikut dibawa juga kerumah sakit kota. Sifa sendiri mengalami halusinasi, ia melihat bayangan Karang dicermin yang seakan tersenyum dan menjauh dari dirinya. Terbersit tanya dalam hati kecilnya, pertanda apakah ini. Sesungguhnya intuisi seorang wanita lebih tajam  dan akuran dari teknologi yang paling canggih pada saat ini kepada orang yang dicintai dan disayanginya terlebih lagi seorang ibu kepada anaknya. Itu juga yang dirasakan oleh Mamah dan Sifa.

Sejam telah berlalu dari waktu akad nikah yang telah dijadwalkan, tetapi Karang belum muncul juga. Sifa berharap cemas dengan hal ini. Mamah merasakan sakit didada kirinya semakin menjadi-jadi, melihat kejadian itu Papah, Raihan dan sibungsu Raka menjadi cemas pula. Mereka berinisiatif untuk membawa mamah kerumah sakit tetapi mamah bersikeras untuk tetap tinggal dirumah karena mamah merasa baik-baik saja. Didalam mobil yang membawa tubuh Karang, para warga yang merasa sedih meski mereka tak tahu dengan Karang. Darah mengucur deras melalui mulut, hidung dan telinga Karang. Mereka bertasbih dan berzikir mengharapkan yang terbaik bagi tubuh yang ada dihadapan mereka. Dalam pikir mereka nyawa Karang tidak dapat terselamat lagi dengan melihat kondisi yang seperti ini. Takdir apa lagi yang akan Karang jalani. Keluarga Sifa semakin resah, mereka mendesak Sifa untuk menelfon Karang karena waktu telah tertunda dari jadwal yang semestinya. Sifa semakin panik , cemas dan sedih dengan kondisi ini yang sangat telihat dari wajahnya. Akhirnya setelah dibujuk oleh ibunya, Sifa pun menelfon handphone tetapi hanya suara operator yang memberitahukan bahwa nomer yang dihubungi sedang tidak aktif. Air mata tak dapat dibendung lagi mengetahui bahwa nomer yang dituju Sifa tidak aktif. Berkali-kali ia coba untuk menelfon Karang tetapi tetap saja suara operator yang menjawab. Ia pun mencoba menelfon Raka adik bungsu Karang, tetapi jawabannya nihil juga karena handphone sibungsu sedang tidak aktif. Dengan berbagai upaya dilakukan keluarga besar Sifa untuk membujuk Sifa untuk segera melangsungkan akad nikah. Ibu pun mencoba berbicara dari hati kehati antara wanita. Dengan berat hati akhirnya Sifa melangsungkan akad nikah. Calon mempelai laki-laki mengucapkan akad nikah didepan penghulu seorang diri sementara Sifa ditemani Ibu berada didalam kamar menjawab pertanyaan yang diucapkan sang penghulu dan ikrar suci kepada calon suaminya. Setelah janji suci itu terucap baru Sifa ditemani Ibu keluar kamar untuk menemui dan mencium tangan laki-laki yang telah sah menjadi suaminya dan dilanjutkan dengan memasangkan cincin pernikahan dikedua jari manis masing-masing yang telah dipersiapkan calon suaminya. Ketika suaminya memasangkan cincin pernikahan dijari Sifa sekelebatan ia melihat banyangan Karang tersenyum dihadapannya. Rukun nikah pun telah terlaksakan dari awal hingga akhir. Dalam hati kecilnya ia masih ingin cemas dan sedih dengan ketidak hadiran Karang dalam akad nikahnya. Ia merasa bahwa Karang sengaja tidak ingin menghadiri pernikahannya. Tak lama ia masih berangan-angan dalam pikir panjangnya, handphonenya berbunyi dan ia lantas buru-buru mengangkatnya

“ hallo, Assalamualaikum “

“ Waalaikumsalam “

“ ada apa embak Sifa? “

“ Raka liat dari laporan panggilan yang masuk ada sekitar 9 kali panggilan dari embak Sifa, handphone Raka baru selesai dicas nie “

“ Abang Karang kemana ? “

“ ko’ ngak dateng pas akad nikah embak Sifa ? “

“ terus sekarang Mamah mana ? embak Sifa mau ngobrol dengan Mamah sekarang “

“ maaf embak, mamah ngak bisa diganggu sekarang soalnya mamah lagi sakit, kalo Abang sudah dari tadi pagi pergi berangkat kerumah embak Sifa “

“ Abang kan bawa motor Raka, ngak mungkin Abang belum sampek rumah embak Sifa “

“ beneran dek, embak dah cek semua tamu yang hadir tadi pas lagi embak akad nikah “

“ waduh kemana lagi Abang? “ mendengar penjelasan dari Sifa, Raka langsung menutup sambungan telfon dan berinisiatif  mencari Karang menggunakan mobil tanpa sepengetahuan Mamah, Papah dan Raihan.

Raka keluar rumah secara perlahan-lahan menuju jalan kearah tempat dilangsungkannya resepsi pernikahan Sifa. Pandangannya tak pernah tertuju kearah depan, ia melihat kanan dan kiri jalan hingga ia tak sengaja ingin menabrak salah seorang penyebrang jalan. Spontanitas ia mengerem mobil secara mendadak dan segera keluar melihat orang yang ingin ditabrak olehnya

“ maaf pak ngak apa-apa? “

“ makannya kalo bawa mobil hati-hati mas, tadi pagi baru aja ada kecelakaan dijalan ini “

“ kecelakaan apa pak ? “

“ kecelakaan motor dengan motor “

“ maaf pak sekali lagi saya minta maaf, saya yang salah pak bawa mobil ngak hati-hati “

“ ya udah mas, lain kali kalo bawa mobil jangan ngelamun mas “

“ iya pak, sekali lagi saya minta maaf “

“ ya udahlah “

Mendengar kata kecelakaan ia berharap yang mengalami kecelakaaan tersebut bukan kakaknya Karang. Perlahan-lahan ia melanjutkan kembali pencariaannya dan tak lupa ia mampir sebentar untuk mencari informasi kecelakaan yang terjadi dijalan itu. Raka pun berhenti tepat ditempat kejadian kecelakaan tersebut dan mulai bertanya-tanya soal kecelakaan kepada orang-orang yang ada disekitar tempat kejadian

“ maaf bu’ saya mau Tanya apa tadi pagi terjadi kecelakaan disini? “

“ bener mas, mang ada apa yaaa?”

“ begini bu’ saya sedang mencari kakak saya yang tadi pagi mau berangkat ke resepsi pernikahan temannya, ibu ingat motor dan ciri-ciri orang yang mengalami kecelakaan tersebut ?”

“ oooo mau kondangan toh, pantes bajunya rapih banget “

“ begini mas, yang kecelakaan itu motor dengan motor terus korbannya salah satunya mengenakan pakai yang rapih ”

“ terus sekarang saya bisa liat motor yang tadi kecelakaan bu’ ?”

“ kalo motornya tadi dibawah sama pak RT kekantor polisi, kalo korbannya dua-duanya dibawa kerumah sakit, katanya sih korban yang satunya parah sampek keluar darah dari mulut, hidung dan telinga “ mendengar penjelasan dari ibu tersebut pikiran Raka kacau balau dan hatinya cemas. Ia pun langsung memacu kencang mobil yang dikendarainya menuju kantor polisi terdekat untuk memastikan siapakah yang mengalami kecelakan.

Setibanya dirumah sakit Karang dan korban kecelakaan yang lain langsung disambut para perawat yang berjaga diruang ICU. Para warga yang mengantarkan Karang kerumah sakit mendampingi diluar ruangan dan ditanya identitas korban kecelakaan dan siapa yang bertanggung jawab atas biaya administrasi Rumah Sakit oleh bagian administrasi. Dan para warga yang mengantarkan menggelangkan kepala pertanda mereka tidak tahu dengan korban kecelaan, yang mereka tahu adalah menolong tanpa pamrih. Akhirnya ada seorang warga yang mengambil alih semua pertanggung jawaban itu. Ia mengambil semuanya berdasarkan rasa iba dan kasihan melihan kondisi Karang yang parah dan hanya didiamkan saja oleh para perawat. Setelah ada yang bertanggung jawab para perawat melakukaan tindakan yang semestinya dari tadi mereka lakukan. *Negeri apakah ini ? yang lebih mementingkan sebuah data dari pada nyawa manusia. Dimanakah rasa keprimanusiaan mereka?

Ternyata dokter yang menangani keadaan Karang adalah Dokter Florencia teman SMA Karang. Melihat keadaan Karang tersebut air matanya menetes seketika tanpa disadarinya dan para perawatpun menyimpan tanya dalam hati mereka “ kenapa Dokter Florencia menangis melihat pasien kecelakaan tersebut? ”. Karangpun ditangani langsung oleh Dokter Florencia secara sensitive, keadaan Karang tersebut membuat Dokter Florencia harus mengambil tindakan dan keputusan yang dirasa sangat tepat tanpa ada kesalahan sedikitpun. Maka alat kedokteran yang paling canggih dan modern yang ada dirumah sakit tersebut. Jadilah tubuh Karang tersambung dengan selang disana-sini. Sifa mulai tidak bisa mengendalikan emosinya, sejak ia dan suaminya sungkeman kepada ibu dan bapak mereka masing-masing. Mukanya pucat dan detak jantungnya semakin berdetak semakin kencang, otaknya menganalisa semua kejadian-kejadian dari tadi malam hingga ia selesai telfon dengan Raka. Setelah mengecek kendaraan yang kecelakaan dikantor polisi, Raka pun langsung menuju rumah sakit kota. Ia mendapati kakaknya Karang sedang dalam keadaan koma. Mamah pun merasakan sakit yang teramat sangat didada kirinya hingga pingsang, dan tanpa pikir panjang papah menyuruh Raihan untuk membawa mamah kerumah sakit kota. Dalam perjalan kerumah sakit kota mata mamah mengeluarkan air mata. Raihan sendiri cemas dan binggung melihat keadaan mamah yang seperti ini. Disandarkannya tubuh mamah disampingnya dan ia pun ikut menangis melihat kondisi mamah. Dokter Florencia hanya bisa memberikan informasi keadaan Karang secara lengkap dan akurat kepada Raka. Dan Raka pun menangis mendengar penjelasan Dokter Florencia. Hari itu hujan air mata dari orang-orang terdekat Karang bahkan dari orang yang baru pertama kali melihat Karang. Langit pun ikut bersedih dengan hujan yang turun pada saat itu.