2012-10-04

RASA YANG KEMBALI

Chapter V.... Rasa itu kembali lagi... Sifa berusaha sebisa mungkin untuk menenangkan hatinya. Wajah ayu yang sejak pagi tadi sendu senormal mungkin untuk terlihat ceria dan bahagia dihari itu. Ibunya selalu bersedih setiap melihat muka Sifa. Ibunya mengerti sekali dengan apa yang dirasakan anaknya sekarang ini. Karena hanya ibulah tempat Sifa merasa aman dan nyaman berbagi cerita. Cerita dunia kampusnya. Cerita dunia teman-temannya. Cerita tentang dunia Pondoknya tempat dulu Sifa menimba Ilmu Agama. Hingga cerita tentang hubungan hatinya dengan Karang. Sebenarnya Ibunya tidak setuju dengan semua perjodohan ini. Menurut Ibunya perjodohan ini hanya akan membuat sang buah hatinya tersiksa dengan memaksakan untuk mencintai dan menyanyangi orang yang baru 1 bulan dikenal oleh anaknya. Ibunya tahu benar seperti apa cara Sifa menjalin hati dengan Karang. Menurutnya hubungan anaknya tidak menyimpang dari jalur Islam yang salami ini diyakininya. Jangankan jalan berdua dengan Karang, untuk bertemu saja mereka susah dikarenakan dengan kesibukan masing-masing dan berkomunikasi hanya melalui handphone. Toh sekalinya mereka jalan selalu kepanti asuhan sesuai jadwal waktu yang telah mereka sepakati, hanya untuk berbagi tawa dan canda dengan orang-orang kurang beruntung. Tapi Ibunya tidak bisa banyak mengambil keputusan karena semua keputusan diserahkan oleh Adiknya atau Oomnya Sifa yang notabene seorang pemilik pondok yang dikenal ketat dalam Syari’at Islam tempat Sifa menimba Ilmu Agama.

“ Doa dan Restu ku selalu menyertai mu anak ku ” ucap Ibu dalam hati setiap melihat wajah Sifa pada hari itu.

Sifa selalu memperhatikan setiap tamu undangan yang datang. “ Apakah Karang datang hari ini?   “,  “ Apakah mamah akan datang sore ini? “ atau “  sibungsu datang ngak ya? “…pertanyaan itu yang selalu ada dipikiran dan hatinya sejak dari tadi sebelum ia melaksakan akad nikah. Matanya selalu menatap tajam kepada setiap tamu yang hadir. Pencariannya tidak ada akhirnya sampai sore menjelang Magrib tiba pertanda pesta segera berakhir. Raka yang mendapat amanat dari mamah untuk menghadiri resepsi pernikahan Sifa tertidur disamping mamah setelah ia menangis hebat meminta ampunan dari mamah dan mamah tak tega menggangu buah hatinya tertidur pulas disampingnya hingga Raka dibangunkan oleh suara Adzan Magrib Masjid Agung yang letaknya tak jauh dari rumah sakit.

“ mamah Raka tinggal dulu yaaa…Raka mau sholat magrib dulu Mah “

“ iya Sayang, kan masih ada papah yang jagain mamah entar kalo dah selesai gantian dengan papah sholat magribnya “

“ Pah Raka mau sholat dulu ya “

“ iya “

Raka pun keluar dari kamar inap mamah dan sebelum menujuu Masjid ia sempatkan untuk melihat Kakak Raihan dan Abangnya Karang, berharap magrib ini ia mendapat kabar yang menyenangkan tentang kondisi Abangnya. Dari kejauhan ia berjalan dan melihat kakaknya Raihan sedang melamun dengan wajah menghadap kedepan kaca tempat Abang Karang dirawat. Raihan merasa ada sebagian hatinya yang tertusuk perih melihat lamunan kakaknya.

“ gimana kak? “

“…..”

Raihan hanya bisa diam membisu pertanda tidak ada tanda-tanda kesadaran dari abangnya. Abangnya selama ini selalu ia ajak bercanda dan selalu ribut kalo mereka bertanding soal main Play Station. Ia pun mendekat kedinding kaca untuk melihat keadaan Karang dan berucap dalam hati “ Abang…Raka sayang Abang…abang bangun dong…abang entar yang tanding PS sama Raka sapa? kalo abang tidur terus, kak Raihan mana mau main PS sama Raka, kan Abang tau kak Raihan sibuk melulu didepan computer mana bisa main PS…Raka janji deh ngak akan nakal lagi disekolah…Raka janji ngak akan buat mamah marah lagi…Raka janji ngak akan buat kecewa mamah dan papah lagi…Raka janji deh akan jagain mamah papah kalo abang lagi pergi keluar kota…tapi sekarang abang bangun dulu gih…memang abang ngak mau dateng ke resepsi pernikahan Embak Sifa…ABANG BANGUN…ABANG BANGUN…ABANG BANGUN ” dan air matanya terjatuh kembali melihat abangnya lemah tak berdaya diatas kasur dengan begitu banyak  selang dan kabel yang tertanam ditubuhnya. Raka pun akhirnya berpamitan untuk sholat magrib dan mengingatkan kakaknya Raihan untuk tidak lupa sholat magrib. Sesaat Raka tiba dimasjid ia melihat seorang gadis kecil sedang menggendong adiknya, dan Raka pun membuka dompet dan memberikan semua uang yang ada didalam dompet untuk gadis kecil tersebut.

“ adik ini untuk adik, dipake buat  yang bener ya “

“ Amien “

“ adik tadi bilang apa? “

“ amien ka’ “

“ terim kasih ka’, aku memang ingin membutuh uang yang banyak untuk membeli obat untuk ibu yang sedang sakit dirumah “

“ ya sudah kakak mau sholat dulu entar kakak anterin adik beli obat buat ibu “

“ ngak usah ka’ “

“ ngak apa-apa entar kakak anterin sekarang kakak sholat dulu ya “

“ iya ka’ “

Didalam sholatnya Raka kembali meneteskan air matanya. Pikirannya lebih tenang kali ini. Terlalu banyak dosa dan kesalahan yang telah diperbuatnya. Terlalu banyak air mata yang jatuh karena sikap dan prilakunya selama ini terutama mamah. Sholat magrib pun telah ditunaikannya, Raka kembali kepelataran masjid untuk menemui gadis kecil itu untuk menemaninya membeli obat yang dibutuhkan. Setibanya diapotek ia kembali bertemu dengan Dokter Florencia yang sedang melepas lelah diruang apotek

“ malem Dokter “

“ malem “

“ maaf siapa ya? “

“ Raka Dokter adiknya Karang “

“ oh iya “

“ kenapa ke Apotek? Bukannya obat Karang masih banyak, saya sudah pesan dengan kepala perawat yang bertanggung jawab dengan ruangan Karang untuk memperhatikan obat-obatan Karang “

“ terima kasih Dokter atas perhatiaannya buat Abang Karang “

“ tapi saya kesini bukan untuk membeli obat-obatan untuk Abang “

“ terus kesini buat apa? “

“ saya kesini untuk menemani seorang gadis kecil membeli obat untuk Ibunya dirumah “

“ memang Ibunya sakit apa? “

“ kalo katanya sie Ibunya lagi sakit batuk parah “

“ maaf mas Raka jangan salah beli obat dulu kalo belum tau benar sakit apa yang diderita oleh Ibu gadis kecil itu, sebaiknya kita liat dulu Ibu gadis itu “

“ sekarang gadis kecilnya mana? “

“ gadis kecilnya ada diluar Dok “

“ kenapa ngak diajak masuk kedalam apotek aja “

“ saya udah mengajak dia untuk masuk kedalam apotek tapi dia ngak mau soalnya dia pernah kena marah dan dihardik dengan bapak-bapak yang berseragam putih hitam (satpam), makanya dia ngak pernah mau masuk kedalam apotek takut kena marah sama bapak yang waktu itu kata dia “

“ ooo begitu…ya udah sekarang kita liat aja dulu kondisi Ibu gadis itu baru entar mas Raka baru beli obat yang dibutuhkan “

“ waduh jadi ngak enak nie ngerepotin dokter lagi “

“ udah ngak apa-apa sekalian saya menenangkan pikiran dan hati yang lagi sedih “

“ beneran nie ngak apa-apa Dok “

“ bener “

“ ya udah kalo gitu, pake mobil ku aja Dok “

“ ok kita berangkat sekarang “

Akhirnya Raka, Dokter Florencia, gadis kecil dan adiknya berangkat menuju rumah Annisa dan Dewa gadis kecil yang akhirnya memberitahukan namanya dan nama adiknya setelah ditanya oleh Dokter Florencia. Selama dalam perjalanan tidak banyak pembicaraan yang dilakukan oleh mereka. Dokter Florencia lebih banyak diam memikirkan tentang hati dan pikirannya yang sejak tadi pagi resah ketika melihat dan menangani pasien yang koma itu adalah Karang, ia hafal betul dengan tanda luka sebelah kanan yang ada dikepala Karang. Ia tahu benar sejarah luka itu, sejarah yang sampai sekarang merubah pola pikir dan jiwanya. Raka sendiri sesekali melihat muka Dokter Florencia dan mencoba menganalisa apakah yang sedang dipikirkan oleh Dokter Florencia, dan tak lupa Raka berkonsentrasi penuh dengan petunjuk arah yang diberikan Annisa sebab ia tak banyak tahu tentang jalan dikota ini.

Akhirnya tiba juga mereka dipinggiran kota yang kumuh tempat Annisa, Dewa dan Ibunya tinggal. Dokter Florencia langsung memerikasa keadaan Ibunya Annisa dengan didampingi Annisa dan Dewa, sementara Raka langsung pergi entah kemana. Ternyata Raka pergi kesebuah mini market yang tadi sempat ia lewati untuk membeli kebutuhan rumah dan dapur dan membayarnya dengan kartu kredit pemberian Abangnya. Raka merasa miris melihat keadaan kondisi keluarga Annisa dan ia pun berinisiatif membeli nasi goreng untuk Annisa, Dewa, Ibu, Dokter Florencia dan ia sendiri. Setelah selesai memeriksa keadaan Ibunya Annisa Dokter Florencia mencari Raka untuk menebus resep obat sesuai dengan analisa penyakit yang dialami Ibu. Setelah sekembali kerumah Annisa, Raka pun segera pergi kembali keapotik untuk membeli resep obat yang telah ditulis oleh Dokter Florencia. Setelah kembali apotik Dokter Florencia menyerahkan obat yang telah dibeli Raka kepada Ibunya Annisa dan mereka berdua pun kembali kerumah sakit. Baru kali ini Raka melakukan sebuah tindakan yang ia ikuti dari dalam hatinya tanpa ada konspirasi untung rugi dan logika otak.  * Ya Rabb hati itu sepenuhnya belum tertutup, Sungguh Engkau tempat kami mengadu semua keluh kesah kami. Maha Sempura Engkau Ya Rabb.

Didalam perjalanan kembali pulang kerumah sakit Raka lupa akan berganti jaga dengan kakaknya Raihan setelai ia menunaikan sholat magrib,

“ waduh Raka lupa Dokter, kak Raihan belum sholat magrib “

“ tenang aja Raka, saya telah menelfon seorang perawat untuk menggantikan kakak mu yang ingin melaksanakan sholat “

“ syukur deh kalo gitu, terima kasih ya Dokter “

“ Dokter maaf sebelumnya, Raka boleh nanya ngak ? “

“ boleh, mang mau tanya apa ? “

“ ngak jadi ah takut Dokter marah, keliatannya pertanyaan sensitive “

“ mang kamu mau tanya apa toh ? “

“ beneran nie dokter ngak marah? Janji dulu sebelumnya? “

“ iya Dokter janji ngak akan marah “

“ oke kalo gitu “

“ Raka mau tanya sebelumnya Dokter sudah kenal dengan Abang Karang ya? “

“ ……. ”

Suasana hening sejenak setelah Raka melontarkan pertanyaan itu kepada Dokter Florencia. Pikiran Dokter Florencia seketika itu juga Flashback dengan kejadian perkelahian anak sekolah dasar yang hingga sampai saat ini merubah hidupnya. Semakin jauh Dokter Florencia mengenang masa itu semakin tak terasa air matanya terjatuh.

“ Dokter “

“ ……. “

“ ini tisuenya Dokter, maaf ya kalo pertanyaannya salah Dok ? “

“ ngak ada yang salah Raka, ntar aku certain semuanya setelah kita sampek dirumah sakit “ jawab Dokter Florencia dengan terisak, sementara Raka merasa tidak enak didalam hatinya karena pertanyaannya membuat Dokter Florencia menangis. Rasa penasaran Raka semakin besar ditambah lagi dengan analisanya dengan sikap Dokter Florencia tadi pagi hingga saat ini.



Oleh : Kai Ichinose 

0 komentar: